Pertanyaan pada judul di atas merupakan salah satu pertanyaan yang menarik saat ini karena tahun depan adalah tahun Pemilu. Salah satu teori yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah teori Siklus Polybius.
Polybius mengembangkan teori Anacyclosis atau juga dikenal dengan sebutan Siklus Polybius. Menurut teori tersebut ada tiga jenis bentuk pemerintahan yang bernilai positif (monarki, aristokrasi, dan demokrasi) dan di sisi lain ada bentuk kemerosotannya (tirani, oligarki, dan okhlokrasi).
“Tiga kebaikan” dan “tiga keburukan” tersebut saling menggantikan dalam siklus yang berkelanjutan sehingga urutannya adalah monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, okhlokrasi, dan kembali ke monarki dan seterusnya.
Polybius mendiskripsikan bahwa negara akan muncul dalam bentuk monarki di bawah kepemimpinan seorang raja yang berpengaruh dan bijaksana (rule by the one). Kekuatan politik akan diteruskan secara turun-temurun kepada keturunan raja, yang akan menyalahgunakan wewenang mereka untuk keuntungan mereka sendiri dan ini melambangkan kemunduran negara yang menjadi tirani. Beberapa orang yang berpengaruh dan berkuasa melawan penyalahgunaan para tiran, dan menggulingkan mereka, ini melambangkan kekuasaan aristokrasi (rule by the few).
Namun, sama seperti keturunan raja-raja, pengaruh politik akan diberikan kepada keturunan bangsawan, dan keturunan ini akan mulai menyalahgunakan kekuasaan dan pengaruhnya, seperti para tiran. Tahap ini mewakili penurunan aristokrasi dan awal dari oligarki.
Pada tahap ini terjadi evolusi politik negara, rakyat akan memutuskan untuk membawa masalah politik ke tangan mereka sendiri, sehingga muncul pemerintahan demokrasi (rule by the many). Dengan cara yang sama dengan keturunan raja dan bangsawan yang menyalahgunakan status politik mereka, demikian pula dengan keturunan para demokrat.
Dengan demikian, demokrasi merosot menjadi okhlokrasi, rakyat akan menjadi korup dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan egonya sendiri. Pada akhirnya, negara akan dilanda kekacauan dan muncul seorang pemimpin yang mempunyai kekuasaan absolut sehingga membawa negara kembali ke monarki.
Siklus perubahan bentuk pemerintahan dalam teori Polybius ini juga bisa diterapkan dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Pada masa Orde Reformasi diadakan perubahan dan penghapusan berbagai peraturan perundang-undangan yang tidak demokratis. Sistem yang terbentuk dalam periode Orde Reformasi menjamin pemerintahan berjalan secara lebih demokratis (tahap demokrasi Siklus Polybius).
Setelah berganti empat presiden, pemerintahan Indonesia sekarang dipimpin oleh pemerintahan Jokowi. Jokowi adalah Presiden yang dihasilkan dari sistem demokrasi yang terbentuk dalam periode Orde Reformasi. Namun, walaupun aturan dan sistem yang dibuat sudah lebih demokratis bisa saja ada tindakan pemerintah dan DPR yang kontroversial atau tidak mencerminkan demokrasi, beberapa contoh yang terlihat adalah revisi UU KPK, revisi UU Mineral dan Batubara (Minerba), pernyataan Bambang Pacul mengenai perintah Ketua Umum untuk membahas RUU, sampai dengan pemberhentian Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto dan pengangkatan Hakim MK Guntur Hamzah.
Beberapa contoh tersebut menunjukkan bahwa walaupun siklus bentuk negara di Indonesia sudah mencapai tahap demokrasi, namun ada praktek-praktek kenegaraan yang menunjukkan kemerosotan demokrasi. Jika sistem dan aturan demokrasi yang sudah dibuat tidak disempurnakan atau bahkan tidak dipatuhi secara terus-menerus maka Indonesia akan masuk ke tahap okhlokrasi.
Pada tahap ini penyelenggara negara maupun rakyat tidak lagi mematuhi aturan yang ada dan berusaha memenuhi kebutuhan ego atau kelompoknya masing-masing sehingga negara dilanda kekacauan. Seandainya tahap okhlokrasi tercapai maka kita akan membutuhkan sosok pemimpin dalam tahap monarki, yaitu sosok pemimpin yang berpengaruh dan bijaksana serta mempunyai kemampuan untuk menjaga kesatuan dan stabilitas negara.
Namun jika Indonesia tetap di tahap demokrasi maka pemimpin pilihan rakyat yang mempunyai sosok pemersatu bangsa dan mempunyai visi kepemimpinan yang berdasarkan Pancasila, NKRI, serta Bhinneka Tunggal Ika yang akan menjadi Presiden.
Penulis : Albertus D Soge, S.H., M.Sc., C.Med.
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45 Jogyakarta
Tidak ada komentar