PATI, SuaraRakyatJateng – Pendangkalan sungai di Kecamatan Tayu mengakibatkan 400 nelayan tradisional tidak bisa melaut. Pihak pemerintah setempat dan balai saling lempar wewenang pengerukan sungai.
Sepekan ini para nelayan tradisional tersebut belum melaut. Ratusan perahu mangkir di bibir pesisir Pantura Pati.
Banyak nelayan yang tak bisa bekerja. Keseharian nelayan, pergi subuh pulang sore itu terpaksa tetunda.
”Banjir yang melanda ini mengakibatkan adanya pendangkalan. Jadi kami tak bisa melaut karena adanya pendangkalan. Kami tak bisa makan,” terang Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Bino Makmur (kelompok nelayan) Desa Keboromo, Tayu Rohim.
Sepekan ini perahu ratusan nelayan itu hanya disandarkan di bibir pantai Tayu. Kemarin 200-an nelayan di sana bekerja bakti untuk mengeruk pasir dengan alat seadanya.
Sementara pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Pati tak bisa melaksanakan pengerukan sungai dangkal itu. Sebab, wilayahnya di Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
“Kami sudah menyurati BBWS terkait permasalahan itu. Kami tak bisa melaksanakan pengerukan semerta-merta karena wilayah BBWS. Jadi kami hanya mengusulkan,” Pejabat Fungsional Pengelola Produksi Perikanan Tangkap pada DKP Pati Taryadi.
Saat dikonfirmasi, Kepala Balai BBWS Pemali Juana Muhammad Adek Rizaldi mengatakan, pihaknya tak bisa semerta-merta menormalisasi sungai. Sebab ada aturan yang mengikat.
“Kami bekerja ada aturan dan regulasi. Kami mengerjakan program ini berdasarkan usulan yang disiapkan tahun lalu,” katanya.
Jadi usulan para nelayan soal pengerukan Sungai Tayu ini belum bisa terlaksana tahun ini. Tahun depan pun juga tak nentu.
“Bisa terealiasasi tahun depan atau tidak, kami tak bisa jamin. Prosesnya, ada pengecekan, evaluasi kemudian diusulkan ke Jakarta. Kalau bisa tahun depan ya alhamdulilah. Tergantung persetujuan dari pusat,” imbuhnya.
“Kan tak bisa usulan hari ini ditangani besoknya. Harus sesuai regulasi dong. Memangnya ini uang kita. Kan uang negara,” tegasnya.
Dia mengingatkan tugas dan tupoksi pihaknya. Persoalan kapal/perahu itu wewenang Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Normalisasi itu bisa laksanakan jikalau sungai menyebabkan bencana seperti banjir atau tanggul jebol.
“Salah satu tugas kami pengendalian daya rusak air (timbul bencana). Apa kami mengurusi kapal? Tentu tidam. Berarti saya mengambil tugas KKP dong,” tuturnya.
Di sisi lain, Sementara Wakil Ketua 3 DPRD Kabupaten Pati Muhammadun heran dengan peran pemerintah ini. Dia menyayangkan adanya persoalan tersebut.
“Aneh, ini urusan nelayan kok malah ngeles. Sangat saya sesalkan. Seperti tak ada pemerintah saja. Yang dibutuhkan nelayan ini bisa melaut. Sehingga perlu penanganan sementara dulu,” pungkasnya. (nu/fan)
Tidak ada komentar