PATI, SuaraRakyatJateng – Sejumlah pemuda desa Kajen, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati membentuk komunitas bernama Jelajah Pusaka Kajen. Tujuannya untuk menggali dan mengenalkan budaya setempat. Selain warga lokal, turis dari luar negeri juga diperkenalkan.
Muhammad Zuli Rizal. Dialah penggagas komunitas itu. Dia sering kali menerangkan pentingnya budaya kepada masyarakat maupun turis.
Dia bersama para anggotanya kerap belajar dari peninggalan Mbah Muttamakin. Bahkan, mereka juga mencari peninggalan orang yang tersohor itu.
“Mengumpulkan relik, keris, dan arsip peninggalan Mbah Muttamakin. Semuanya dijadikan bulletin dan buku,” katanya.
Selain diskusi, membuat buletin dan buku, jelajah pusaka Kajen juga menyediakan Guide bagi wisatawan untuk mengunjungi beberapa situs di Kajen. Salah satu yang pernah berkunjung adalah duta wisata Pati.
“Duta wisata datang kesini sekitar tujuh orang. Lalu kami ajak keliling pakai dokar (delman) untuk keliling jelajah di Kajen,” imbuhnya.
Zuli menjelaskan kegiatannya sebelum ada pandemi. Dulu sejumlah sekolah, kampus juga sering berkunjung di Kajen dan minta ditemani jelajah pusaka Kajen. Bahkan, ada beberapa dari luar negeri.
Kebanyakan wisatawan memiliki daya tarik terhadap bagaimana agama dan budaya bisa bercampur. Soalnya, diluar negeri kebanyakan ada perselihan.
“Mulai dari SMA Tayu dari Ipmafa itu. Sampai ada mahasiswa dari luar negeri. Itu pun nggak nyangka. Dari Chicago itu. Juga ada dari Australia juga. Yang nganterin temen-temen jelajah untuk melihat peninggalan,” tandasnya.
Awal mula tergagas kelompok ini atas inspirasi dari kegiatan yang diselenggarakan oleh ‘Borobudur Heritage Forum’. Kala itu pada tahun 2015 diselenggarakan forum pelatihan selama tiga hari di Kota Gede Yogyakarta. Kebetulan Zuli salah satu pesertanya.
“Forum itu membuat acara bareng- bareng mengenal sejarah cagar budaya. Biar anak-anak muda punya kiat untuk menjaganya,” cetusnya.
Setelah pulang (ke Pati), dia bertemu dengan sejumlah pemuda Kajen yang menginisiasi perpustakaan Muttamakin. Setelah itu didiskusikan panjang lebar. Akhirnya mulai tumbuhlah komunitas ‘Jelajah Pusaka Kajen’ yang diisi oleh para pemuda Kajen.
komunitas ini lahir juga atas kegelisahan bersama. Lanjut dia, di Kajen memiliki sangat banyak sekali peninggalan sejarah. Namun, sejarah tersebut hanya diceritakan saja dan makin ke sini mulai hilang.
“Akhirnya perpustakaan Muttamakin itu menjadi fasilitator atau semacam wadah jelajah pusaka ini tumbuh. Akhirnya temen-temen yang ada di perpus itu kami ajak untuk diskusi tentang situs-situs bersejarah di Kajen,” jelasnya.
Kemudiab pada tahun 2016 lahirnya Komunitas ‘Jelajah Pusaka Kajen’ ini. Kemudian projek pertamanya adalah membuat infrografis sejarah dan ornamen simbolik dari masjid Kajen. “Buku ini jadi pada awal tahun 2017,” singkatnya.
Zuli menyebutkan sejumlah instansi pemerintah juga beberapa kali diantarkan untuk mengunjungi situs-situs di Kajen. Mulai dari Dinsos Jateng hingga Kemenag pusat.
“Dari kemenag butuh riset ke Kajen. Akhirnya diantarkan, kami ajak sowan dan ajak keliling juga sampai pernah dipanggali presentasi di Bogor di depan profesornya,” katanya.
Ia menuturkan, semakin kesini makin banyak para pemuda di Kajen yang mendukung. Angan-angannya terdapat museum di Kajen. Banyak aset yang ditinggalkan oleh leluhur. Khususnya Mbah Muttamakin.
“Tapi selama ini orang-orang disini mengira bahwa itu hanya keramat, jadi jangan didekati. Padahal itu bisa digali atau bisa belajar dari situ. Ada hikmah, ada cerita ada nilai yang perlu digali. Temen-temen langsung semangat. Akhirnya kita satu frekuensi,” lanjutnya.
Kajen ini banyak peninggalan yang perlu diangkat. Salah satu buktinya, menggambarkan bahwa islam dan kebudayan mampu berakulturasi. Banyak situs dan cagar budaya peninggalan tokoh-tokoh besar jaman dulu yang berada ditemukan di Desa Kajen. Salah satunya Mbah Muttamakin.
“Mbah Muttamakin itu punya ajaran dalam arti kata tarekat-tarekat beliau itu dipahat di ukiran yang ada di masjid Kajen,” jelasnya.
Menurutnya, Masjid Kajen menjadi salah satu bukti bahwa Islam dan Budaya di Kajen mampu berdampingan. Di masjid tersebut banyak terdapat ornamen-ornamen yang melukiskan kebudayaan Jawa kuno. Seperti naga, burung, huruf Pegon itu di ukir di atas mimbar masjid itu dan papan bersurat di depan imaman.
“Itu adalah salah satu manifestasi suatu karya luar biasa bahwa Jawa dan Islam itu bisa diakukturasikan dan contohnya di masjid Kajen yang sudah berdiri sekitar 300 tahun yang lalu. Kalau menurut dari mas milal bizawi tahun 1695,” tambahnya.
Desa Kajen, lanjutnya, juga banyak menyimpan manuskrip-manuskrip kuno. Salah satunya peninggalan Mbah Ahmat muttamakin Kajen. Manuskrip tersebut dapat menggambarkan bagaiman dakwah Islam menggunakan menggunakan adat kebudayaan Jawa.
“Manuskrip tersebut menceritakan serat dewa Ruci itu dengan perspektif tasawuf ajaran beliau. Inilah sangat luar biasa. Bagaimana mistisisme Jawa atau cerita pewayangan itu bisa dijadikan bahan dakwah Mbah muttamakin,” cetusnya. (lot/fan)
Tidak ada komentar